Har Magazine official website | Members area : Register | Sign in

File Presentasi Untuk Pengembangan SMP

Saturday, June 26, 2010

File-file presentasi SMP untuk pengembangan guru yang berisi tentang Penilaian, Diagnostik, Skenario PBK, CTL, IPA Terpadu, IPS Terpadu, MOdel Pembelajaran, Pengembangan Bahan Ajar, Pengembangan Diri, Pengembangan Bahan Ajar, RPP, SIlabus bisa anda donwload di bawah ini :

Cara melakukan download

Setelah klik link di bawah ini, akan terbuka halaman baru yang berisi iklan. Pada Pojok Kanan atas klik SKIP ADVERTISEMENT, tunggu beberapa saat, setelah itu klik download dan masukkan kode, kemudian klik download sekali lagi. Untuk suksesnya proses donwload, jangan menggunakan software download pihak ketiga.

FIle Presentasi Penilaian Baru bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Diagnostik bisa di unduh di sini
FIle Presentasi skenario PBK bisa di unduh di sini
FIle Presentasi CTL bisa di unduh di sini
File PResentasi Pengembangan MULOK SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi IPA Terpadu SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi IPS Terpadu dan Pengembangan Tema SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Model Pembelajaran bisa SMP di unduh di sini
FIle Presentasi Pembelajaran TT_TM_TMTT bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Pembelajaran TUntas, Remedial dan Pengayaan bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Penetapan KKM SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Pengembangan Bahan Ajar bisa SMP di unduh di sini
FIle Presentasi Pengembangan Bahan Ujian dan Analisis Akhir bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Pengembangan Diri SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Pengembangan RPP SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Pengembangan Silabus SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Penulisan LHB SMP bisa di unduh di sini
FIle Presentasi Penyusunan KTSP SMP bisa di unduh di sini
Link Animasi Pelajaran lainnya :
Animasi Pelajaran Biologi download di sini
Animasi Pelajaran Ekonomi download di sini
Animasi Pelajaran Fisika download di sini
Animasi Pelajaran Kimia download di sini
Animasi Pelajaran Matematika download di sini
Animasi Pelajaran Bahasa Inggris dan Geografi download di sini
Kumpulan Animasi Flash untuk semua mata pelajaran download di sini
Link-link lain yang berhubungan :
Model-model KTSP untuk semua jenjang klik di sini
Model Pengembangan Bahan Ajar untuk SLB dan PAUD klik di sini
Presentasi yang berhubungan dengan SD klik di sini
File Presentasi untuk pengembangan SMP Klik di sini
Presentasi yang berhubungan dengan SMK klik di sini
File Presentasi yang berhubungan dengan SMA klik di sini
File Presentasi Pengembangan SLB di sini
Materi Pendidikan PAUD dan TK klik di sini
Undang-undang sisdiknas, Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional klik di sini

Link terkait tentang KTSP, Silabus Animasi Flash Pembelajaran dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pendidikan bisa di download di sini

sumber : http://ilalangmbojo.blogspot.com

Perangkat Pembelajaran

Berikut ini adalah silabus mata pelajaran di SMP untuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), semua dalam bentuk doc yang di-zip. Untuk membukanya perlu diekstrak terlebih dahulu dengan program winzip atau winrar atau program lain yang support.

Perangkat Pembelajaran (Silabus, RPP, KKM, Pemetaan, Promes dan Prota) Untuk SMP/MTS

Semester I (Ganjil)

  1. Agama Islam – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  2. Matematika – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  3. I P A - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  4. I P S - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  5. Bahasa Indonesia – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  6. Bahasa Inggris - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  7. P Kn – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  8. Keterampilan - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  9. Pendidikan Jasmani – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  10. Seni Budaya – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  11. T I K - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  12. Model IPA terpadu - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  13. Model IPS terpadu – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  14. BK (Bimbingan Konseling) - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  15. Al-Qur’an Hadist (Muatan Lokal SMP Sumatera Barat) - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -

Semester II (Genap)

  1. Agama Islam – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  2. Matematika - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  3. I P A – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  4. I P S - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  5. Bahasa Indonesia – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  6. Bahasa Inggris – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  7. P Kn - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  8. Keterampilan – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  9. Pendidikan Jasmani – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  10. Seni Budaya - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  11. T I K – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  12. Model IPA terpadu – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  13. Model IPS terpadu – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  14. BK (Bimbingan Konseling) - = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -
  15. Al-Qur’an Hadist (Muatan Lokal SMP Sumatera Barat) – = Kelas VII = – = Kelas VIII = – = Kelas IX = -

Standar Isi

Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan:

Standar Isi Kesetaraan

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.

STANDAR ISI & STANDAR KOMPETENSI / KOMPETENSI DASAR SD-MI, SMP-MTs, SMA-MA, SMK-MAK

Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan:

1. Standar Isi
2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, tingkat :

( File tersedia dalam format ZIP dan PDF, bagi yang belum memiliki tool tersebut silahkan download Acrobat Reader disni dan WinZIP disini ).
Semoga bermanfaat.
Sumber : http://bsnp-indosia.org dalam http://dahli-ahmad.blogspot.com

Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD

Tuesday, June 22, 2010

image

Judul: Asesmen dalam Pembelajaran Sains SD
Bahan ini cocok untuk Sekolah Dasar bagian Mohon Pilih.
Nama & E-mail (Penulis): Edi Hendri Mulyana
Saya Dosen di PGSD UPI Kampus Tasikmalaya
Topik: Penilaian Alternatif
Tanggal: 09 April 2005
ASEMEN DALAM PEMBELAJARAN SAINS SD
Edi Hendri Mulyana - Dosen PGSD UPI Kampus Tasikmalaya
Pendahuluan
Indikator utama yang digunakan untuk menilai kualitas pembelajaran dan kelulusan siswa dari suatu lembaga pendidikan, sering didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai tes hasil belajar (THB) atau Nilai EBTANAS Murni (NEM). Dampak dari pandangan tersebut yang diperkuat dengan bentuk tes yang digunakan, mendorong guru berlomba-lomba mentrasfer materi pelajaran sebanyak-banyak-nya untuk mempersiapkan anak didik dalam mengikuti THB atau Ebtanas. Akibatnya seperti yang dikemukakan oleh A. Malik Fajar dalam harian Kompas (Mei 1994:4) bahwa yang terjadi kemudian adalah anak didik dipaksa untuk melahap informasi yang disampaikan tanpa diberi peluang sedikit pun untuk melaksanakan refleksi secara kritis. Dalam hal ini anak didik hanya dituntut untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang telah disampaikan oleh guru.
Dari hasil pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran Sains di Sekolah Dasar), proses penilaian yang dilakukan selama ini semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes tu;is obyektif dan subyektif sebagai alat ukurnya. Hal ini didukung oleh penelitian Nuryani, dkk (1992:8) yang mengemukakan bahwa pengujian yang dilakukan selama ini baru mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah satu penyebab guru enggan melakukan kegiatan pembela-jaran yang memfokuskan pada pengembangan keterampilan proses anak. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan umumnya hanya terpusat pada pen-yampaian materi dalam buku teks. Keadaan faktual ini mendorong siswa untuk menghapal pada setiap kali akan diadakan tes harian atau tes hasil belajar. Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar yang harus diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya kritis anak terhadap suatu masalah (Mahar Marjono, 1996:10).
Proses pembelajaran Sains di SD menuntut keterlibatan peserta didik secara aktif dan bertujuan agar penguasaan dari kognitif , afektif, serta psi-komotorik terbentuk pada diri siswa (Moh. Amin, 1987:42), maka alat ukur hasil belajarnya tidak cukup jika hanya dengan tes obyektif atau subyektif saja. Dengan cara penilaian tersebut keterampilan siswa dalam melakukan aktivitas baik saat melakukan percobaan maupun menciptakan hasil karya belum dapat diungkap. Demikian pula tentang aktivitas siswa selama mengerjakan tugas dari guru. Baik berupa tugas untuk melakukan perco-baan, peragaan maupun pengamatan.
Fenomena di atas menunjukkan bahwa bentuk atau sistem penilaian yang digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa sangat berpengaruh terhadap strategi pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru. Sis-tem penilaian yang benar adalah yang selaras dengan tujuan dan proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran Sains SD pada kurikulum 2004, dapat dirangkum ke dalam tiga aspek sasaran pembelajaran yaitu penguasaan konsep Sains, pengembangan keterampilan proses/kinerja siswa, dan pena-naman sikap ilmiah. Oleh karennya agar informasi tentang hasil belajar siswa dapat mengungkap secara menyeluruh, maka perlu melakukan pe-ngukuran terhadap ketiga aspek tersebut di atas. Dengan demikian sasaran dari penilaian hasil belajar di SD meliputi semua komponen yang men-yangkut proses dan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Tiga target pembelajaran dalam pendidikan Sains SD menuntut kon-sekuensi terhadap alat ukur yang digunakan. Penggunaan tes obyektif dan subyektif semata-mata sangatlah tidak tepat. Kedua bentuk tes ini hanya mampu menggambarkan seberapa banyak informasi yang berhasil dikum-pulkan siswa dan mempunyai kecenderungan membuat siswa lebih pasif dari pada kreatif, karena peserta didik hanya dibiasakan untuk mengingat materi yang sudah dihapalnya (Muh. Nur, 1997:2; Riberu, 1996:4). Agar hasil belajar dapat diungkap secara menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu dilengkapi dengan alat ukur yang da-pat mengetahui kemampuan siswa dari aspek kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah Tes Kinerja atau Performance Test dan jenis penilaian alternatif lainnya seperti penilaian produk, portofolio, dan penilaian tingkah laku (Stiggins, 1994:159; Depdiknas-Penilaian Kelas, 2004:36). Dengan menerapkan penilaian seperti itu terhadap siswa, dapat dikumpulkan bukti-bukti kemajuan siswa secara aktual yang dapat diguna-kan sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. Selain itu penilaian dengan cara ini dirasakan lebih adil dan fair bagi siswa serta dapat meningkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Dalam penilaian kinerja terdapat perbe-daan tugas dan situasi yang diberikan kepada siswa serta memberikan ke-sempatan untuk mempelihatkan pemahamannya dan kebenarannya dalam aplikasi pengetahuan dan keterampilan menurut kebiasaan berfikirnya (Wiggins dalam marzano,1993:13)
Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada ketidaksesuaian antara pembelajaran Sains di SD dengan sistem penilai-an yang digunakannya. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik, akibatnya tujuan kurikuler Mata Pelajaran Sains belum dapat dicapai dan atau tergambarkan secara menyeluruh. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian kinerja siswa.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gronlund (dalam Bistok Sirait, 1985 : 153) bahwa sekalipun penilaian terhadap kinerja siswa itu amat penting, namun berdasarkan hasil observasi di lapangan para guru merasa kesulitan dalam melaksanakan karena belum memahami prosedur peng-gunaannya. Sebagai contoh kasus ialah; bahwa kegiatan pembelajaran yang melibatkan kinerja siswa dalam melakukan percobaan sudah sering dit-erapkan, namun terhadap kinerja siswa tersebut belum pernah dilakukan penilaian. Menurut pengakuan sejumlah guru SD hal ini disebabkan penata-ran atau pelatihan yang secara khusus membahas penerapan penilaian kinerja belum pernah diikuti atau belum pernah diadakan di tingkat pen-didikan dasar. Kondisi tersebut mengakibatkan pengetahuan, pengalaman maupun penguasaan guru terhadap proses penilaian kinerja siswa sangat kurang.
Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional be-lum mampu mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja siswa secara aktual. Oleh karenanya diperlukan penerapan sis-tem penilaian yang dapat mengungkap kedua aspek tersebut. Sistem penilaian yang diasumsikan dapat memenuhi tuntutan tersebut adalah sis-tem penilaian yang digagaskan dalam Sistem Penilaian Kelas Kurikulum 2004 yang antara lain meliputi jenis Penilaian Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment), Penilaian Penugasan , Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Dari jenis-jenis tersebut tersirat bahwa makna penilaian mencakup hal-hal yang lebih luas dari sekedar penilaian konvensional yang selama ini berlangsung.
Makna Penilaian dan Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman penilaian untuk sekolah dasar (Depdikbud, 1994:1) penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan dasar maupun penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada langkah awal pembelajaran digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses penilaian yang akan dilakukan. Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk., 1991:94) tujuan tidak hanya merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai kurikulum dan memimpin kegiatan pen-gajaran, tetapi juga dapat menyediakan spesifikasi secara terperinci bagi penyusunan dan penggunaan teknik-teknik penilaian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara je-las dan spesifik akan menunjang proses penilaian yang tepat dan dapat membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas pengalaman bela-jar siswa.
Pengertian Penilaian
Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994: 3), dikemukakan bahwa:
"Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mem-berikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh ten-tang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa".
Penjelasan tersebut di atas mengandung makna bahwa jauh sebelum diberlakukannya sistem Penilaian Kelas dari Kurikulum 2004, penilaian ti-dak hanya ditujukan pada penguasaan salah satu bidang tertentu saja, me-lainkan menyeluruh dan mencakup aspek kognitif, afektif maupun psiko-motorik. Hal ini sejalan dengan pandangan Colin (1991: 3), bahwa:
"Assessment as a general term enhancing all methods customarily to ap-praise performance of individual pupil or a group. It may refer to abroad appraisal including many sources of evidence and many aspects of a pu-pil's knowledge, understanding, skill and attitudes.
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:220), penilaian adalah proses untuk menentukan nilai dari suatu obyek atau peristiwa dalam suatu kon-teks situasi tertentu, dimana proses penentuan nilai berlangsung dalam ben-tuk interpretasi yang kemudian diakhiri dengan suatu "Judgment".
Penilaian tidak sama dengan pengukuran, namun keduanya tidak dapat dipisahkan, karena kedua kegiatan tersebut saling berhubungan erat. Untuk dapat mengadakan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu (Suharsimi Arikunto, !991: 1). Pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang di-dasarkan pada aturan atau formulasi yang jelas (Asmawi Zainul, 1992: 13). Dari hasil pengukuran akan diperoleh skor yang menggambarkan tingkat keberhasilan belajar siswa berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Lebih lanjut, berikut adalah penjelasan dari buku Penilaian Kelas pada Kurikulum 2004 tentang beberapa istilah yang sering terkait dengan penilaian (Depdiknas, 2004:11-12). "Banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi, pengukuran (measurement), tes, dan penilaian (as-sessment), padahal keempatnya memiliki pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya. Evaluasi berhubungan den-gan keputusan nilai (value judgement). Di bidang pendidikan, kita dapat me-lakukan evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja guru. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau keterca-paian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian menjawab per-tanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar seorang siswa. Pengu-kuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang siswa telah menca-pai karakteristik tertentu. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pern-yataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengu-kuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut. Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilak-sanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas."
Fungsi Penilaian
Dalam pedoman penilaian Kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994:3) ditegaskan bahwa tujuan dan fungsi penilaian untuk memberikan umpan bail baik kepada guru, siswa, orangtua maupun lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk menentukan nilai hasi belajar siswa. Bagai guru, hasil penilaian tidak hanya dugunakan untuk memberikan pertanggung-jawaban secara obyektif kepada atasan ataupun sekedar bahan nilai raport. Namun penilaian dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk melakukan instrospeksi diri terhadap proses pembelajaran yang baru saja berlangsung. Bagi siswa, hasil penilaian dapat dijadikan alat untuk memotivasi siswa tersebut agar lenih giat dalam proses pembelajaran berikutnya. Selain itu, dari hasil penilaian siswa mendapatkan informasi tentang seberapa jauh tingkat penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru.
Bagi orangtua, dengan mengetahui hasil belajar siswa (anaknya) orangtua dapat turut berpartisipasi dan mengambil langkah yang tepat dalam memberikan bimbingan dan bantuan serta dorongan bagi putra-putrinya. Selain itu dengan informasi hasil penilaian yang benar, orangtua dapat secara akurat mengetahui kemampuan, kekurangan dan kedudukan siswa secara ril di kelasnya. Bagi pengelola program pendidikan, hasil penilaian merupakan masukkan yang sangat berarti yang dapat digunakan untuk bahan kajian dalam membantu guru meningkatkan kompetensi pro-fesionalnya, khususnya dalam bidang penilaian. Hasil penilaian yang kom-prehensif dapat juga dugunakan untuk tujuan dan kebutuhan lain misalnya penentuan status siswa, pengelompokkan, seleksi, diagnosis dan bimbin-gan, serta menyempurnakan pengalaman pendidik, atau penelitian.
Prinsip penilaian
Hasil kegiatan penilaian dapat memberikan manfaat yang optimal jika di-lakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip penilaian sebagaimana ditetapkan oleh pedoman formal penilaian dari pemerintah (Depdikbud, 1994:5), yakni dilaksanakan secara menyeluruh, berkesinmabungan, berori-entasi pada tujuan, obyektif, terbuka serta mempertimbangkan aspek ke-bermaknaan. Peneilian yang dilakukan secara menyeluruh artinya informasi yang dikumpulkan melalui proses penilaian menyangkut seluruh aspek kepribadian siswa. Penilaian dikatakan menyeluruh jika mampu mengung-kap aspek produk dan proses belajar anak, yakni menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan proses peserta didik.
Target hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa setelah berlangsungnya proses pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran sejak tujuan umum pada Standar Kompetensi Mata Pelajaran hingga Kom-petensi Dasar, Hasil Belajar, dan Indikator dari setiap materi pokok pembe-lajaran. Oleh karena proses penilaian bertujuan untuk mengetahui se-jauhmana tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran, maka dalam melaku-kan penilaian harus selalu berorientasi pada tujuan; karena antara tujuan dan penilaian merupakan komponen sistem pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan.
Prinsip penilaian selanjutnya adalah bersifat obyektif, artinya dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, guru berusaha untuk meminimalisasi faktor subyektivitas. Menurut Ign. Masidjo (1995: 25) obyek-tivitas pelaksanaan penilaian dapat dicapai dengan menaati aturan-aturan yang telah ditetapkan. Penilaian yang didasarkan atas kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya dapat mengurangi faktor subyektivitas dalam melakukan penilaian.
Agar hasil penilaian dapat memberikan manfaat baik kepada guru, siswa, orang tua maupun pihak sekolah, maka penilaian hendaknya dilaku-kan secara terbuka. Maksudnya baik proses maupun hasil penilaian hen-daknya diinformasikan kepada pihak-pihak terkait, sehingga hasil penilaian memiliki kebermaknaan bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Penilaian dalam Pembelajaran Sains
Sebagaimana dikemukakan terdahulu bahwa pembelajaran Sains memi-liki tiga dimensi sasaran pembelajaran, yaitu dimensi proses, produk dan sikap yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan dan diabaikan dalam proses belajar mengajar Sains (Moh. Amin, 1987: 16). Target pembelajaran Sains ini selain mengembangkan aspek kognisi juga meningkatkan ket-erampilan proses, sikap, kreativitas dan kemampuan aplikasi konsep (Yager, 1996:9). Mengingat antara belajar dan penilaian mempunyai hubun-gan yang erat, maka agar siswa terdorong untuk mengembangkan daya kreasi dan keterampilan berfikirnya hendaknya penilaian yang dilakukan tidak hanya ditujukan pada aspek penguasaan konsep saja. Namun perlu dilengkapi dengan penilaian terhadap proses belajar siswa atau aktivitas siswa, karya siswa, dan sikap siswa. Instrumen penilaian yang dapat digunakan untuk menilai kinerja siswa tersebut adalah dengan mengguna-kan penilaian berbasis asesmen (Assessment-based Evaluation).
Penilaian berbasis asesmen menuntut tertampilkannya kompetensi dan kreativitas serta inisiatif yang lebih luas dari diri siswa. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Niddhi Khattri dkk. (1995: 80), bahwa penilaian ter-hadap berbagai aspek kinerja siswa memiliki pengaruh positif di kelas, karena melengkapi guru dengan acuan pedagogis yang membantu mengembangkan teknik instruksional yang efektif. Selain itu penilaian juga menyediakan informasi secara komprehensif mengenai kemajuan belajar siswa termasuk kekuatan dan kelemahannya. Mengingat begitu besarnya manfaat dan peranan penilaian berbasis asesmen terhadap kinerja siswa serta proses pembelajarannya, maka guru sebagai pengelola utama kegiatan pembelajaran diharapkan mampu memahami, merencanakan sekaligus me-laksanakan jenis-jenis penilaian berbasis asesmen.
Konsep Dasar Asesmen
Pengertian Asesmen
Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru un-tuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95; Po-pham, 1995:3). Variabel-variabel penting yang dimaksud sekurang-kurangya meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap siswa dalam pembelajaran yang diperoleh guru dengan berbagai metode dan prosedur baik formal maupun informal, sebagaimana dikemukakan oleh Corner (1991:2-3) sebagai berikut.
A general term enhancing all methods customarily used to appraise performance of an individual pupil or group. It may refer to a broad appraisal including many sources of evidence and many aspect of pupil's knowledge, understanding, skills and attitudes; An assess-ment instrument may be any method and procedure, formal or in-formal, for producing information about pupil . . . .
Pengertian asesmen dalam berbagai literatur asing tersebut di atas selaras dengan makna penilaian yang digariskan dalam Buku Pedoman Penilaian pada kurikulum pendidikan dasar. Dalam buku tersebut tertulis bahwa, penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai (Depdikbud, 1994:3). Ada pun yang dimaksud dengan asesmen alternatif (alternative assessment) adalah segala jenis bentuk asesmen diluar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. Herman (1997) memberikan sem-boyan khusus bagi asesmen alternatif dengan ungkapan "What You Get is What You Assess" (WYGWYA). Dalam beberapa literatur, asesmen alternatif ini kadang-kadang disebut juga asesmen autentik (authentic assessment), as-esmen portofolio (portfolio assessment) atau asesmen kinerja (performsnce as-sessment). (Herman,1997:197-198; Niemi,1997:243; Harlen, 1992:6; Marzano, et al.,1993:13; Popham, 1995:142)
Tujuan dan Peran Asesmen dalam Pembelajaran
Tujuan utama penggunaan asesmen dalam pembelajaran (classroom assessment) adalah membantu guru dan siswa dalam mengambil keputusan propesional untuk memperbaiki pembelajaran. Menurut Popham (1995:4-13) asesmen bertujuan untuk antara lain untuk:
(1) mendiagnosa kelebihan dan kelemahan siswa dalam belajar,
(2) memonitor kemajuan siswa,
(3) menentukan jenjang kemampuan siswa,
(4) menentukan efektivitas pembelajaran,
(5) mempengaruhi persepsi publik tentang efektivitas pembelajaran,
(6) mengevaluasi kinerja guru kelas,
(7) mengklarifikasi tujuan pembelajaran yang dirancang guru
Setiap penggunaan asesmen alternatif bentuk apapun dicirikan oleh hal-hal berikut: (1) menuntut siswa untuk merancang, membuat, menghasil-kan, mengunjukkan atau melakukan sesuatu;
(2) memberi peluang untuk terjadinya berpikir kompleks dan/atau memecahkan masalah;
(3) meng-gunakan kegiatan-kegiatan yang bermakna secara instruksional;
(4) menun-tut penerapan yang autentik pada dunia nyata;
(5) pensekoran lebih di-dasarkan pada pertimbangan manusia yang terlatih daripada mengandalkan mesin. Untuk memperoleh asesmen dengan standar tinggi, maka peng-gunaan asesmen harus: relevan dengan standar atau kebutuhan hasil belajar siswa; adil bagi semua siswa; akurat dalam pengukuran; berguna; layak dan dapat dipercaya. (Herman,1997:198)
Agar penggunaan asesmen dalam kelas sesuai dengan pembelajaran dan dapat meningkatkan pembelajaran tersebut Cottel (1991) menggagaskan 5 petujuk bagi guru penggunaan asesmen dalam kelas. Kelima petunjuk tersebut adalah: pertama, senantiasa menganggap bahwa pembelajaran terus berlangsung; kedua, selalu meminta siswa untuk menunjukkan bukti-bukti bagaimana mereka belajar; ketiga, memberi siswa umpan balik tentang re-spon kelas serta rencana pengajar tentang respon tersebut; keempat, melaku-kan penyesuaian-penyesuaian yang tepat untuk meningkatkan pembela-jaran; dan kelima, menilai ulang bagaimana penyesuaian-penyesuaian terse-but bekerja cukup baik.
Performance Assessment sebagai Asesmen Alternatif
Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan ke-berhasilan dalam mengakses informasi yang berkenaan dengan proses pem-belajaran. Pemilihan metode asesmen harus didasarkan pada target infor-masi yang ingin dicapai. Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Stiggins (1994:3,67) mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak dijadikan dasar dalam menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh pengajar. Kelima hasil belajar tersebut adalah:
(1) Knowledge Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi pengetahuan suatu mata pelajaran
(2) Reasoning Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam meng-gunakan pengetahuannya dalam melakukan nalar (reason) dan meme-cahkan suatu masalah.
(3) Skill Outcomes, kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang berhubungan dengan keterampilan yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
(4) Product Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan
(5) Affective Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari dan mengaplikasikan pengetahuan.
Untuk lima kategori hasil belajar di atas, Stiggins (1994: 83) menawar-kan empat jenis metode asesmen dasar. Keempat metode tersebut adalah:
(1) Selected Response Assessment, termasuk ke dalamnya pilihan ganda (multi-ple-choice items), benar-salah (true-false items), menjodohkan atau menco-cokkan (matching exercises), dan isian singkat (short answer fill-in items)
(2) Essay Assessment, dalam asesmen ini siswa diberikan beberapa persoalan kompleks yang menuntut jawaban tertulis berupa paparan dari solusi terhadap persoalan tersebut.
(3) Performance Assessment, merupakan pengukuran langsung terhadap pres-tasi yang ditunjukkan siswa dalam proses pembelajaran. Asesmen ini terutama didasarkan pada kegiatan observasi dan evaluasi terhadap proses dimana suatu keterampilan, sikap, dan produk ditunjukkan oleh siswa.
(4) Personal Communication Assessment, termasuk ke dalamnya adalah per-tanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama pembelajaran, wawan-cara, perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut munculnya keterampilan siswa dalam mengemukakan jawaban/gagasan.
Berdasarkan pengertian asesmen alternatif sebagaimana dikemu-kakan di muka, maka kategori asesmen dari Stiggins yang cenderung dapat dipandang sebagai jenis asemen alternatif adalah Performance Assessment dan Personal Commu-nication Assessment.
Performance Assessment dan Personal Communication Assessment ber-cirikan pengukuran secara langsung (direct) dan autentik terhadap pembela-jaran. Yang menjadi objek Performance Assessment (asesmen kinerja) ini adalah segala yang berkaitan dengan 'observabel performance' dari siswa. Kinerja yang memungkinkan untuk diobservasi mungkin saja berkenaan dengan proses kognitif yang kompleks semisal melakukan analisis, meme-cahkan masalah, melakukan percobaan, membuat keputusan, mengukur, bekerja sama dengan yang lain, pernyataan oral, atau mengunjukkan suatu produk. Lebih kompleks lagi kedua jenis asesmen tersebut dapat digunakan untuk mengases cara berpikir (habit of mind), cara bekerja, dan perilaku nilai (behaviors of value) dari siswa dalam kehidupan nyata. Penggunaan jenis asesmen seperti ini sangat berkesuaian dengan efektivitas pembela-jaran. (Borich, 1996:634-640; Baker, 1997:248).
Marzano, et al. (1993: 1-5,18) mendasarkan penggunaan performance assessment terhadap lima Dimensi Belajar yang digagaskannya. Kelima di-mensi ini adalah: Dimensi pertama, sikap dan persepsi yang positif tentang belajar (positive attitudes and perception about learning); Dimensi kedua, perolehan dan pengintegrasian pengetahuan (acquiring and integrating knowledge); Dimensi ketiga, perluasan dan penajaman pengetahuan (extending and refining knowl-edge); Dimensi keempat; penggunaan pengetahuan secara bermakna (using knowledge meaningfully); Dimensi Kelima, kebiasaan berpikir yang produktif (productive habits of mind).
Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran
Penilaian kinerja siswa merupakan salah satu alternatif penilaian yang difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: Observasi proses saat ber-langsungnya unjuk keterampilan dan evaluasi hasil cipta atau produk. Penilaian bentuk ini dilakukan dengan mengamati saat siswa melakukan aktivitas di kelas atau menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Kecakapan yang ditampilkan siswa adalah variabel yang dinilai. Penilaian terhadap kecakapan siswa didasarkan pada perbandingan antara kinerja siswa dengan target yang telah ditetapkan. Proses penilaiannya dilakukan mulai persiapan, melaksanakan tugas sampai den-gan hasil akhir yang dicapainya (Depdikbud, 1993: 8). Sejalan dengan pen-dapat tersebut, Popham (1994: 139) mengemukakan bahwa: "Performance as-sessment is approach to measuring a student's status based on the way that the stu-dent completes a specified task". Stiggins (1991: 85) mengemukakan bahwa dalam penilaian kinerja siswa, guru menghendaki respon yang "authentic" atau yang asli berupa aktivitas yang dapat diamati.Tugas yang diberikan bisa dalam bentuk lisan atau tertulis, yang jenis tugasnya disesuaikan den-gan tujuan pembelajaran. Menurut Popham (1994: 141) penilaian terhadap kinerja siswa setidaknya memiliki tiga sifat, yaitu: kriteria ganda (multiple criteria), standar kualitas yang telah dispesifikasi (prespektified quality stan-dards) dan penaksiran penilaian (judgmental appraisal).
Dalam penilaian terhadap kinerja siswa, target pencapaian hasil bela-jar yang dapat diraih meliputi aspek-aspek berikut ini: 1) Knowledge; 2) Rea-soning; aplikasi pengetahuan dalam berbagai konteks pemecahan masalah; 3) Skill; kecakapan dalam berbagai jenis keterampilan komunikasi, visual, karya seni, dan lain-lain; 4) Product; dan 5) Affect; berhubungan dengan perasaan, sikap, nilai, minat, motivasi (Stiggins, 1994: 171). Selanjutnya dikemukakan bahwa diantara kelima target tersebut, penilaian kinerja siswa sangat efektif untuk menilai pencapaian target dari reasoning, skill dan karya cipta. Untuk dapat melakukan penilaian terhadap keterampilan (skill) dan karya cipta siswa diperlukan alat ukur terhadap kinerja siswa yang disebut dengan tes kinerja. Menurut Yacobs (1992:137), bahwa tes ini men-yediakan cara mengukur skill dan kemampuan yang tidak dapat diukur dengan tes tertulis.
Dalam pedoman penilaian di SD, dinyatakan bahwa tes kinerja adalah tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan proses penilaiannya dilakukan sejak siswa melakukan persiapan, me-laksanakan tugas sampai dengan hasil akhir (Depdikbud, 1994: 8). Sebagai alat penunjang dalam melaksanakan tes perbuatan digunakan lembar ob-servasi atau sebuah format pengamatan kinerja atau penampilan siswa. Dalam lembar pengamatan tertera aspek-aspek yang diamati sesuai dengan target pembelajarannya. Berdasarkan deskriptor-deskriptor yang nampak selama proses pengamatan, ditentukanlah skor kinerja siswa dengan berpe-doman pada kriteria penilaian yang telah ditetapkan sebelumnya.
Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mengembangkan metode ini adalah: kejelasan karakter penampilan yang akan dinilai, pengembangan tugas atau latihan (sifat, materi, jumlah), dan prosedur pen-skoran meliputi teknik, pencatatan hasil, identifikasi dan keterampilan penilaian. Sebagai contoh, aspek-aspek kinerja iswa apa saja yang akan dinilai? Sifatnya individual atau kelompok? Prosedur penyekorannya meng-gunakan skala, rubrik atau catatan harian? Bagaimana kriteria penilaian dari masing-masing aspek kinerja siswa? Selain itu sangat dibutuhkan pelibatan siswa secara penuh mulai dari perencanaan, pengembangan dan peng-gunaannya.
Standar untuk tugas-tugas sebelumnya harus ditetapkan secara jelas termasuk juga identifikasi prestasi yang harus didemonstrasikan, kondisi demonstrasi dan standar kualitas yang ditetapkan. Demikian pula kriteria penilaian dari tiap-tiap kinerja siswa yang akan diamati harus sudah di-mengerti dan disepakati bersama siswa. Melalui cara tersebut, penilaian ter-hadap kinerja siswa dapat dirasakan lebih terbuka dan adil bagi semua siswa, karena siswa mempunyai acuan yang jelas dalam mengerjakan tugas dari guru.
Tugas-tugas (Task) dalam Asesmen Kinerja Siswa
Penyelenggaraan penilaian jenis apa pun menuntut adanya kegiatan siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas secara jelas. Menurut Marc Tucker (dalam Marzano, 1993:15), guru tidak dapat menilai kinerja siswa tanpa memberikan tugas-tugas kepada siswa; begitu juga guru tidak dapat menilai tingkat prestasi siswa tanpa adanya bukti otentik adanya tugas-tugas yang dikerjakan siswa secara nyata. Dengan demikian apabila ases-men kinerja diterapkan guru, maka dengan sendirinya siswa terberi kesem-patan untuk mengungkapkan pengetahuan sebelumnya, menunjukkan pen-guasaan terhadap pengetahuan dan keterampilan baru dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Tugas-tugas kinerja dalam pengajaran Sains di SD hendaknya dipilih atau diciptakan secara menarik dan disesuaikan dengan tujuan pembela-jaran dan tingkat perkembangan siswa. Hal demikian diduga dapat men-ingkatkan motivasi siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembe-lajaran yang memiliki kadar on-task, hands-on, dan minds-on yang relatif tinggi.
Penetapan Kriteria
Kriteria perlu ditetapkan karena mempunyai kegunaan untuk menen-tukan validitas, keadilan dan konsistensi penilaian. Menurut para ahli psi-komotor, kriteria yang paling penting yang dapat digunakan untuk menilai tugas-tugas berkaitan dengan kinerja siswa adalah faktor kesamaan (Pop-ham, 1994 : 147). Selanjutnya dikemukakan bahwa ada tujuh kriteria penilaian yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memilih salah satu tugas kinerja atau menciptakan tugas-tugas dalam penilaian kinerja. Ketujuh kriteria tersebut adalah: keumuman (generalizabil-ity), keaslian (authenticity), berfokus ganda (multiple foci), keadilan (fairness), bisa tidaknya diajarkan ( teachability), kepraktisan (feasibility) dan bisa ti-daknya tugas tersebut diberi skor (scorability). Untuk setiap kriteria yang dipilih, skala angka secara khusus dapat digunakan, sehingga kriteria untuk setiap respon siswa mungkin ditetapkan skala, 0 (nol) hingga 6 (enam). Menurut Popham (1994: 149), kadang-kadang skala ini dilengkapi dengan penjelasan atau gambaran verbal, kadang-kadang tidak. Dalam proses penil-ian kinerja, sebaiknya siswa mengetahui aspek-aspek apa saja yang akan dinilai berikut kriteria penilaiannya.
Reliabilitas dan Validitas dalam Penilaian Kinerja
Salah satu ciri penilaian kinerja adalah adanya ketergantungan terhadap pertimbangan manusia (guru) dalam menentukan skor terhadap kinerja (performansi) siswa. Kenyataan ini menyebabkan tidak dapat dihindarinya faktor subyektivitas penilaian terhadap performansi siswa, mengingat per-sepsi atau interpretasi seseorang dalam memandang sesuatu cenderung ber-beda meskipun dalam waktu dan momen yang sama.
Agar tercapai penilaian kinerja yang reliabel, diperlukan upaya un-tuk meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan keputusan pen-skoran terhadap kinerja yang sama. Reliabilitas (konsistensi) dalam pen-skoran sangat dituntut demi keadilan bagi peserta didik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain penetapan kriteria yang jelas, pemahaman yang seragam dari sejumlah penilai terhadap kriteria, proses pengukuran tidak hanya dilakukan oleh satu orang, tidak menangguhkan penilaian, serta dila-kukan konsesus secara berulang terhadap pemahaman kriteria (Herman, 1992).
Selain pengukuran yang konsisten, diperlukan juga alat ukur yang sahih (valid). Validitas (kesahihan) alat ukur berkaitan dengan kesesuaian antara alat ukur dengan aspek-aspek yang hendak diukur. Menurut Wayan Nurkancana (1986:127) alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.
Penilaian Berbasis Asesmen pada Kurikulum 2004: Penilaian Kelas
Pelaksanaan Kurikulum yang berbasis kompetensi ini menghendaki adanya perubahan kegiatan pembelajaran di kelas, baik dalam cara guru mengajar maupun dalam melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. Dengan penekanan pada penguasaan kompetensi, maka jenis penilaian juga harus disesuaikan dengan kekhasan masing-masing kompe-tensi. Bentuk penilaian yang sama (model pilihan ganda) untuk menilai se-mua mata pelajaran yang selama ini digunakan oleh guru tidak bisa digunakan untuk menilai kompetensi yang beragam.
Penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum ber-basis kompetensi. Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan peng-gunaan informasi oleh guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan pot-ret/profil kemampuan siswa sesuai dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar. Penilaian dapat dilakukan baik dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar kelas, terintegrasi dalam kegiatan belajar-mengajar atau dilakukan pada waktu yang khusus. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis (paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk 3 dimensi, dan penilaian, unjuk kerja (performance) siswa. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dila-kukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi me-lalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pe-laporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.
Ada beberapa tujuan penilaian dilakukan guru, antara lain untuk grading (membedakan kedudukan hasil kerja siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam satu kelas), alat seleksi (memisahkan antara siswa yang ma-suk dalam kategori tertentu dan yang tidak, atau untuk menentukan seorang siswa dapat masuk atau tidak di sekolah tertentu), menguasai kompetensi (me-nentukan apakah seorang siswa telah menguasai kompetensi tertentu atau belum), bimbingan (mengevaluasi hasil belajar siswa dalam rangka mem-bantu siswa memahami dirinya, membuat keputusan yang harus dilakukan siswa, atau untuk menetapkan penjurusan), alat prediksi (mendapatkan in-formasi yang digunakan untuk memprediksi kinerja siswa pada pendidikan berikutnya) dan alat diagnosis (melihat kesulitan belajar atau dalam hal apa siswa memiliki prestasi untuk menentukan perlu remediasi atau pen-gayaan). Dalam kaitannya dengan pelaksanaan penilaian berbasis kelas, jenis penilaian diagnosis, bimbingan, dan pencapaian penguasaan kompe-tensi harus menjadi perhatian utama guru pada setiap kali mengajar. Guru dituntut mampu melaksanakan penilaian mulai dari awal sampai akhir proses belajar mengajar. Untuk menilai sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis penilaian perlu diberikan se-suai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti unjuk kerja/kinerja (per-formance), penugasan (proyek), hasil karya (produk), kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and pencil test). Penilaian ber-basis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan guru melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan informasi ten-tang hasil belajar siswa.
Jadi, peran penilaian berbasis kelas adalah memberikan masukan atau informasi secara komprehensif tentang hasil belajar siswa dilihat ketika kegiatan pembelajaran sedang berlangsung hingga hasil akhirnya dengan menggunakan berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang di-harapkan dicapai siswa. Dengan demikian Penilaian Kelas merupakan penilaian yang dilakukan guru baik yang mencakup aktivitas penilaian un-tuk mendapatkan nilai kualitatif maupun aktivitas pengukuran untuk men-dapatkan nilai kuantitatif (angka). Perlu diingat bahwa penilaian kelas dila-kukan terutama untuk memperoleh informasi tentang hasil belajar siswa yang dapat digunakan sebagai diagnosis dan masukan dalam membimbing siswa dan untuk menetapkan tindak lanjut yang perlu dilakukan guru dalam rangka meningkatkan pencapaian kompetensi siswa.
PUSTAKA
1. Ahmad Nugraha, dkk. (1998). Penggunaan Performance Assessment untuk meningkatkan Efektivitas Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Laporan Penelitian Tindakan Kelas di SD Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. PGSD FIP IKIP Bandung.
2. Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
3. Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science Through Discovery. Columbus: Merrill Publishing Company.
4. Cavendish, S. et al. (1990). Observing Activities: Assessing Science in the Primary Class-room. London: Paul Chapman Publishing Ltd.
5. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum 2004 : Kompetensi Standar Mata Pelajaran Sains. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.
6. Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman Pengembangan Silabus. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.
7. Galton, M. & Harlen, W. (1990). Assessing Science in the Primary School: Written Task. Lon-don: Paul Chapman Publishing Ltd.
8. Harlen, W. & Galton, M. (Eds.) (1990). Observing Activities - Assessing Science in The Pri-mary Classroom. London: Paul Chapman Publishing Ltd.
9. E. Mulyasa. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosada

sumber : http://rachmaniey.blogspot.com

Asesmen Autentik

image Asesmen autentik adalah soal-soal tes atau latihan yang sangat mendekati hasil pendidikan sains yang diinginkan.
A.Pengertian Asesmen
Asesmen adalah proses pengumpulan informasi tentang peserta didik, berkenaan
dengan apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka dapat lakukan (Hart, 1994).
Dalam hal ini banyak cara yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi tersebut,
misalnya dengan mengamati peserta didik belajar, menguji apa yang mereka hasilkan,
menguji pengetahuan dan keterampilan mereka. Hal yang terpenting tentang asesmen
adalah bagaimana kita dapaat menemukan apa yang sedang dipelajari peserta didik,
dalam hal ini adalah suatu instrumen pengukuran untuk mengases dan
mendokumentasikan pembelajaran siswa.
B. Pengertian Asesmen Autentik
Berikut ini adalah beberapa macam pengertian asesmen autentik dari berbagai sumber:
1. Asesmen autentik adalah soal-soal tes atau latihan yang sangat mendekati hasil pendidikan sains yang diinginkan. Latiha-latihan informasi dan penalaran ilmiah pada situasi semacam yang akan mereka hadapi di luar kelas, sebagaimana halnya kerja para ilmuwan (The National Science Education Standart, 1995, dalam Voss, tanpa tahun)
2. Suatu asesmen yang melibatkan siswa di dalam tugas-tugas otentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna (Hart, 1994). Asesmen itu terlihat sebagai aktivitas pembelajaran yang melibatkan keterampilan berpikir tinggi serta koordinasi tentang pengetahuan yang luas.
3. Asesmen autentik menantang peserta didik untuk menerapkan informasi maupun keterampilan akademik baru pada suatu situasi riil untuk suatu maksud yang jelas. Asesmen autentik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeluarkan seluruh kemampuannya sembari memperlihatkan apa yang telah dipelajarinya (Johnson, 2002).
4. Asesmen autentik adalah suatu cara pengukuran penguasaan peserta didik terhadap suatu mata pelajaran dengan cara yang lain dibanding regugitasi sederhana dari pengetahuan. Asesmen autentik harus mengukur proses pemahaman dan bukan sederhana potongan-potongan informasi yang dihafal (http://www.cast.org/neac/AnchoredInstruction1663.cfm).
5. Suatu asesemen dikatakan autentik, jika asesmen itu memeriksa/menguji secara langsung perbuatan atau prestasi peserta didik berkaitan dengan tugas intelektual yang layak (Grant, 1990). Dalam hal ini asesemen autentik menutut peserta didik untuk menjadi orang yang efektif yang memiliki pengetahuan yang dibutuhkan. Asesmen menjadi autentik bilamana pembelajaran yang diukur oleh asesmen itu memiliki nilai di luar kelas serta bermakna bagi peserta didik (Kerka, 1995). Asesmen autentik mengamanatkan keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang sesungguhnya.
C. Bentuk Penerapan Autentik
Bentuk-bentuk penerapan asesmen autentik yaitu sebagai berikut:
1. Pada umunya para pendidik mengenal empat macam asesmen autentik, yaitu portofolio, perbuatan atau kinerja (performance), proyek, dan respon tertulis secara luas (Johnson, 2002).
2. Asesmen autentik dapat mencakup aktivitas yang beragam seperti wawancara lisan, tugas problem solving kelompok, pembuatan portofolio (Hart, 1994). Dalam cara lain dinyatakan pula bahwa cara-cara asesmen dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu observasi, contoh-contoh perbuatan, serta tes dan prosedur serupa tes atau pengukuran prestasi peserta didik pada suatu waktu maupun tempat tertentu.
3. Peserta didik untuk mengilustrasikan informasi akademik yang telah dipelajarinya, misalnya dalam bidang sains, pendidikan, kesehatan, matematika, dan bhasa inggris, dengan merancang sebuah presentasi tentang emosi orang (Johnson, 2002).
4. Asesmen autentik memberikan kesatuan utuh tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang dijumpai dalam aktivitas pembelajaran yang paling baik, seperti melakukan penelitian, menulis, merevisi, dan mendiskusikan masalah. Asesmen autentik juga mengikuti apakah peserta didik dapat terampil memberikan jawaban perbuatan atau produk yang seksama dan yang dapat dipertanggungjawabkan. Asesmen autentik menjadi valid dan reliabel dengan cara menekankan dan membakukan kriteria produk yang sesuai (Grant, 1990).
5. Atas dasar Custer (1994), Lazar dan Bean (1991), Rerf (1995), serta Rudner dan Boston (1994) menyatakan bahwa beberapa alat yang digunakan pada asesmen autentik adalah:
a. Ceklist, yaitu tentang tujuan pebelajar, kemajuan menulis/membaca, kelancaran menulis dan membaca, kontak pembelajaran, dan sebagainya.
b. Simulasi.
c. Essay dan contoh penulisan lain.
d. Demonstrasi atau perbuatan.
e. Wawancara masuk dan kemajuan.
f. Presentasi lisan.
g. Evaluasi oleh instruktur sejawat yang lainnya baik informal maupun formal.
h. Asesmen sendiri.
i. Pertanyaan-pertanyaan untuk respon yang tergagas.
Dalam hubungan ini peserta didik dapat diminta mengevaluasi studi kasus, menulis definisi serta mempertahankannya secara lisan, bermain peran serta membaca dan merekam bacaannya pada tape recorder, para peserta didik juga dapat mengumpulkan berkas tulisan yang berisi draf serta revisi yang memperlihatkan perubahan ejaan maupun hal-hal yang bersifat mekanis, strategis, serta perkembangannya menjadi penulis. Dalam hal ini teknik yang paling banyak disgunakan adalah asesmen portofolio (Kerka, 1995).
Berkaitan dengan asesmen kinerja yang tergolong asesmen autentik, Frazee dan Ridnitski (1995) mengemukakan beberapa cara implementasi asesmen tersebut, yaitu:
a. Menulis sampel.
b. Berbicara.
c. Essay, yaitu dapat memperlihatkan kemampuan analisis, sintesis, serta meringkas informasi.
d. Proyek penelitian.
e. Pameran.
f. Portofolio.
D. Prosedur Untuk Merancang Suatu Tugas Asesemen Autentik
Dalam menciptakan suatu tugas asesmen autentik, menurut Johnson (2002), guru CTL (Contextual Teaching Learning) menemukan prosedur berikut ini:
a. Mendeskripsikan secara tepat apa yang harus diketahui siswa dan apa yang dapat mereka demonstrasikan. Memberitahu kepada mereka standar yang harus mereka kuasai.
b. Berusaha mengkaitkan akademis secara bermakna dengan konteks dunia sehari-hari atau mengajak untuk mensimulasi konteks dunia nyata yang mengandung makna.
c. Meminta siswa untuk menunjukkan apa yang mereka dapat lakukan dengan apa yang mereka dapat ketahui. Untuk menunjukkan pengetahuan dan keterampilan yang mendalam yaitu dengan memproduksi suatu hasil, misalnya suatu produk yang nyata, presentasi, koleksi karya, dan sebagainya.
d. Menentukkan tingkat kecakapan/keahlian yang harus dikuasai.
e. Mengekspresikan tingkat kecakapan/keahlian dalam bentuk rubrik, yaitu suatu pedoman penilaian yang memberikan kriteria untuk menilai tugas (Lewin & Shoemaker, 1998).
f. Mengenalkan siswa dengan rubrik tersebut. Mengajak siswa untuk terus menerus melakukan evaluasi diri sementara mereka menilai kualitas pekerjaan mereka sendiri dalam asesmen ini.
g. Melibatkan orang lain selain guru untuk merespon asesmen itu (Lewin & Shoemaker, 1998).
E. Penyekoran Asesmen Autentik
Menurut Hart (1994), penyekoran pada asesmen autentik yaitu sebagai berikut:
a. Menekankan penyekoran berdasarkan suatu standar yang digunakan bersama.
b. Mengunakap dan mengidentifikasi kekuatan siswa, bukan menunjukkan kelemahan mereka.
c. Disekor berdasarkan standar kinerja yang jelas, bukan dengan normal atau acuan norma.
d. Mengases proses dan komptensi secara rutin.
e. Menggalakkan siswa untuk melakukan kebiasaan menilai diri sendiri.
Alat yang dipakai untuk membantu guru melakukan penyekoran adalah rubrik penyekoran. Rubrik penyekoran adalah suatu set kriteria yang digunakan untuk menyekor atau menempatkan posisi siswa pada tes, portofolio, atau kinerja. Rubrik penyekoran mendeskripsikan tingkat kinerja yang diharapkan dicapai siswa secara relatif. Jadi deskriptor atau deskripsi kinerja-kinerja siswa dan bagaimana menempatkan kinerja tersebut dalam suatu rentangan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya.
F. Perbedaan Asesmen Autentik dan Asesmen Tradisional
Berikut ini adalah perbandingan antara asesmen autentik dan asesmen tradisional:
Asesmen Autentik:
Waktu ditentukan oleh guru dan siswa
Mengukur kecakapan tingkat tinggi
Menerapkan strategi-strategi kritis dan kreatif
Memiliki perspektif menyeluruh
Mengungkap konsep
Menggunakan standar individu
Bertumpu pada internalisasi
Solusi yang benar banyak
Mengungkap proses
Mengajar demi kebutuhan Periode waktu khusus
Mengukur kecakapan tingkat rendah
Menerapkan diri dan latihan
Asesmen Tradisional:
Memiliki perspektif sempit
Mengungkap fakta
Menggunakan standar kelompok
Bertumpu pada ingatan
Hanya satu solusi yang benar
Mengungkap kecakapan
Mengajar untuk ujian
G. Perbedaan Asesmen Autentik dan Asesmen Alternatif
Asesmen alternatif adalah asesmen yang lain dari lazimnya. Bentuk-bentuk asesmen alternatif antara lain asesmen kinerja (performance), observasi dan kegiatan bertanya, presentasi dan diskusi, proyek dan investigasi, portofolio dan jurnal, wawancara dan konferensi, dan asesmen diri sendiri (Glencoe/McGrow-Hill, tanpa tahun).
Contoh asesmen alternatif antara lain mencakup pertanyaan terbuka, pameran, demonstrasi, eksperimen, hands-on, penciptaan produk baru, kinerja, simulasi komputer dan portofolio (Frazee & Rudnitski, 1995). Dalam hal ini dijelaskan bahwa asesmen alternatif mendorong siswa menguasai bukan hanya kecakapan-kecakapan dasar.
Suatu asesmen alternatif tergolong asesmen autentik atau tidak, ditentukan oleh manajemen pelaksanaan asesmen alternatif tersebut. Sebagai contoh portofolio seorang peserta didik yang hanya sekedar hasil editing dari portofolio temannya, tentu saja sama sekali tidak merupakan bagian dari asesmen autentik. Demikian pula kegiatan bertanya seorang peserta didik yang hanya sekedar memaerkan bahwa saya rajin bertanya, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA:
Asmawi, Z. dan Nasution. (1994). Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Corebima. 2008. Naskah tentang Asesmen Autentik., Malang: Universitas Negeri Malang.
Hart, D. 1994. Authentic Asesment: A Handbook for Educator. California: AddisonWesley Publishing Company.
http://www.cast.org/ncac/AnchoredInstruction1663.cfm.
http://www.lubisgrafura.wordpress.com/.../portofolio-sebagai-asesmen-otentik. Diakses dari internet pada tanggal 24 September 2009.
Johnson, D.W. & Johnson R.T (2002). Meaningful Assesment. Boston: Allyn and Bacon.
Sumarna Supranata dan Mohammad Hatta. 2004. Penilaian Portofolio Implementasi Kurikulum. Bandung: Rosdakarya.

Sumber : http://mba-uus.blogspot.com

Pemetaan Pembelajaran Tematik

Wednesday, June 9, 2010

Tema pembelajaran tematik sebagai alat/wahana pemersatu dari standar kompetensi setiap mata pelajaran yang dipadukan. Dalam penentuan tema dapat ditetapkan sendiri oleh guru dan/atau bersama peserta didik. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa prinsip yaitu :

  1. Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan peserta didik.
  2. Mulai dari yang termudah menuju yang sulit.
  3. Mulai dari yang sederhana menuju yang kompleks
  4. Dari yang konkret menuju ke yang abstrak.
  5. Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya proses berpikir pada diri peserta didik.
  6. Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan perkembangan peserta didik, termasuk minat, kebutuhan peserta didik, termasuk minat, kebutuhan, dan kemampuannya.

Ruang lingkup tema yang ditetapkan sebaiknya tidak terlalu luas bisa dijabarkan lagi menjadi anak tema atau subtema yang sifatnya lebih sfesifik dan lebih konkret. Anak tema atau subtema tersebut selanjutnya dapat dikembangkan lagi menjadi suatu materi/isi pembelajaran. Bila digambarkan akan tampak seperti dibawah ini.

Bagan Tema

Sebagai contoh adalah :

  1. Tema “PENGALAMAN” dapat dikembangkan menjadi anak tema : (1) Pengalaman Menyenangkan, (2) Pengalaman Menyedihkan, (3) Pengalaman Lucu

  2. Tema “ALAT TRANPORTASI” dapat dikembangkan menjadi anak tema : (1) Alat Transportasi Darat, (2) Alat Transportasi Laut, (3) Alat Transportasi Udara.

  3. Tema “PERISTIWA ALAM” dapat dikembangkan menjadi anak tema : (1) Banjir, (2) Gempa bumi, (3) Gunung Meletus, (5) Tanah Longsor, dan sebagainya

Menetapkan Jaringan Tema

Pemetaan tema dapat dijabarkan dalam diagram berikut ini.

Tahap Pertama

Perancangan oleh guru merupakan peringkat yang paling penting. Garis panduan di bawah ini membantu guru dalam membentuk pengembangan tema dari perspektif kurikulum berdasarkan tema yang dipilih.

tematik31

Tahap Kedua

Peringkat ini, guru perlu mengambil permasalahan dan pengembangan dari peringkat pertama dan mengetahui:

Apakah guru menginginkan agar peserta didik memahami tentang tema ?

Guru selanjutnya mengembangkan akitivitas-aktivitas pembelajaran berdasarkan permasalahan tersebut. Aktivitas yang direncanakan itu bisa dilihat dari beberapa aspek, contohnya:

Tahap Ketiga

Setelah aktivitas pengembangan tema dan pemetaan tema telah dilakukan, pembelajaran tematik dapat dikaitkan dengan ke mata pelajaran lain seperti:

  • Bahasa Indonesia
  • Bahasa Inggris
  • Matematika
  • Pendidikan Agama
  • IPA
  • IPS
  • Pendidikan Seni
  • Pendidikan Jasmani dan Kesehatan

Setelah pemetaan, dapat dibuat jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dengan tema pemersatu dan mengembangkan indikator pencapaiannya untuk setiap kompetensi dasar yang terpilih. Dengan jaringan tema tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar, dan indikator dari setiap mata pelajaran. Kompetensi dasar dan materi yang luas dan tersebar pada masing-masing mata plejaran dapat mengakibatkan pemahaman yang parsial dan tidak terintegrasi, padahal memiliki jaringan tema keterhubungan kompetensi dasar dengan tema pemersatu misalnya “Binatang” dalam bagan dan matriks digambarkan sebagai berikut.

Sumber: Kunandar (2007:320)

sumber : http://tarmizi.wordpress.com/

Pembelajaran Tematik

 

image Pada topik sebelumnya Pembelajaran Matematika di Sekolah sudah di jelaskan beberapa jenis pembelajaran dan teori-teori belajar, saya coba menyampaikan tentang pembelajaran tematik.
Pembelajaran Tematik merupakan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru harus merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual yang menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Kaitan konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema, sehingga siswa memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan, selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik disekolah dasar akan sangat membantu siswa, hal ini dilihat dari tahap perkembangan siswa yang, masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang emnjadi pembicaraan, Dengan tema diharapkan akan memberikan keuntungan, diantaranya :

  1. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu.
  2. Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama.
  3. Pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
  4. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.
  5. Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan maka belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.
  6. Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk memgembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain.
  7. Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan dapat dipersiapkan sekaligus diberikan dalam dua atau tiga kali pertemuan, sedangkan selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial dan pengayaan.
Kelebihan dan kelemahan pembelajaran tematik
Menurut Kunandar (2007) pembelajaran tematik memiliki kelebihan yaitu :
  1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik.
  2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
  3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna.
  4. Mengembangkan keterampilan berfikir anak didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi.
  5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama.
  6. Memiliki sikap toleransi komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
  7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.
Selain memiliki kelebihan pembelajaran tematik juga memilki kelemahan, adapun kelemahan pembelajaran tematik terjadi jika dilakukan oleh guru tunggal, Misalnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik ada hal-hal yang perlu dilakukan, beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup kegiatan seperti berikut :
A. Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh semua standart kompetensi, kompetensi dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Penjabaran standart kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator
  • Dalam mengembangkan indikator perlu memperhatikan hal-hal berikut :Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didik.
  • Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran.
  • Dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan dapat diamati.

2. Menentukan tema
Dalam menentukan tema yang bermakna, kita harus memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran konseptual, pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema, kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi nyata, antara lain :
  • Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir yang lebih tinggi.
  • Pengembangan keterampilan dan sikap. apakah tema yang sudah disepakati bisa mengembangkan keterampilan siswa. Misalnya, keterampilan berfikir, berkomunikasi, sosial, eksplorasi, mengorganisasi, dan pengembangan diri. Pembentukan sikap juga harus bisa di akomodasi dalam pilihan tema, seperti sikap menghargai, percaya diri, kerja sama, komitmen, kreativitas, rasa ingin tahu, berempati, antusias, mandiri, jujur, menghormati dan toleransi.
  • Kesinambungan Tema. Kath Murdock (1998) dalam bukunya Clasroom Connection-Strategies for Integrated Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum belajar tentang sesuatu yang baru. Pengetahuan awal itu tentu sudah dipelajari siswa sebelumnya.
  • Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber dan materi, yaitu utama dan tambahan. Contoh sumber atau materi belajar utama adalah para ahli atau orang-orang yang mempunyai profesi atau kompetensi dasar dalam bidang terentu, tempat-tempat yang bisa dipelajari, suasana belajar didalam kelas, lingkungan, komunitas, dan kesenian. Sedangkan musik, materi audio visual, literature, progam computer, dan internet adalah sumber materi pembelajaran tambahan bagi siswa. Dengan demikian, pemlihan tema harus juga memperhatikan kesediaan kedua sumber belajar itu.
  • Terukur dan Terbukti, Guru juga perlu memperhatikan hasil pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam pembelajaran tematik. Apa yang bisa siswa kerjakan dalam proses pembelajaran tematik. Perlu juga menunujukkan bukti-bukti itulah yang dinilai guru dan dicatat sebagai bukti bagaimana siswa menguasai tema yang diajarkan. Yang pada akhirnya akan dijadikan bahan evaluasi dan laporan kepada orang tua siswa.
  • Kebutuhan Siswa, dalam memilih tema, guru perlu memperhatikan kebutuhan siswa. Apakah tema yang kita pilih bisa menjawab kebutuhan siswa. secara kognitif, Gardner (2007 ) dalam bukunya Five Minds For The Future menyebutkan bahwa manusia pada era informasi ini harus dibekali lima cara berfikir, yaitu : pikiran yang terlatih, terampil, dan disiplin, pikir mensintesis; pikiran mencipta; pikiran merespek, dan pikiran etis. Apakah tema yang dipilih sudah bisa membekali siswa dengan lima cara berfikir untuk masa depan. Kebutuhan siswa yang lain bisa juga dilihat melalui perkembangan psikologi (imajinasi), perkembangan motorik, dan perkembangan kebahasaan siswa.
  • Keseimbangan Pemilihan Tema. Seperti telah dijelaskan diatas bahwa pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik. Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa, ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi tema-tema lain yang bervariasi.
  • Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya mengembangkan pengetahuhan dan sikap siswa, namun juga bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang bermanfaat. Aksi yang dilakukan siswa akan memperkaya siswa dengan pengetahuan lain serta memberikan dampak bagi kehidupan orang lain dan lingkungan dimana siswa hidup.

3. Identifikasi dan analisis standart kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap standar kompetensi, kompetensi dasar dan indicator yang cocok untuk setiap tema sehingga semua kompetensi, kompetensi dasar dan indikator terbagi habis.
B. Menetapkan Jaringan Tema
Buatlah jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu.
C. Penyusunan Silabus
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumya dijadikan dasar dalam penyusunan silabus.
D. Penyusunan Rencana Pembelajaran
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran guru menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran.
Setelah tahap persiapan dilakukan, maka selanjutnya akan dipaparkan tahap pelaksanaan pembalajaran terpadu. Adapun tahap pelaksanaan pembelajarannya meliputi :
a. Kegiatan Pendahuluan / awal
Pada tahap ini dapat dilakukan panggilan terhadap anak tentang tema yang disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah, bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan dan menyanyi.
b. Kegiatan inti
Kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk pengembangan kemampuan baca, tulis hitung. Penyajian bahan pembelajaran dialakukan dengan menggunakan strategi / metode yang bervariasi dan dapat dilakuakn secara klaksikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
c. Kegiatan penutup
Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatn penutup yang dapat dilakukan adalah menyimpulkan atau mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan, mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomime, pesan-pesan moral, musik / apresiasi musik.
Pengaturan jadwal pelajaran
Untuk memudahkan administrasi disekolah terutama dalam penjadwalan. Guru bersama dengan guru mata pelajaran lain ( yang tidak dipadukan ) perlu bersama-sama menyusun jadwal pelajaran.
Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam implementasi pembelajaran tematik disekolah dasar mempunyai implikasi yang mencakup :
  • Implikasi bagi guru
Pembelajaran tematik memerlukan guru yang kreaktif baik dalam menyiapkan pengalaman belajar bagi anak, juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan, dan utuh.
  • Implikasi bagi siswa
1.Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya yang dimungkinkan untuk bekerja, baik secara individual, pasangan kelompok kecil, maupun klasikal.
2.Siswa harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi dan aktif.
  • Implikasi terhadap sarana, prasarana,sumber balajar dan media.
1.Pelaksanaan pembelajaran ini memerlukan berbagai prasarana dan prasarana belajar,
2.Pembelajaran ini perlu memanfaatkan bebagai sumber balajar, baik yang didesain secara khusus maupun yang tersedia dilingkungan,
3.Pembeajaran ini juga perlu mengoptimalkan penggunaan media pembelajaran bervariasi dan
4.Pembelajaran ini masih dapat menggunakan buku ajar yang sudah ada atau bila memungkinkan untuk menggunakan buku suplemen khusus yang memuat bahan ajar terintegrasi.
  • Implikasi terhadap pengaturan ruangan.
1.Ruang perlu ditata sesuai tema yang dilaksanakan.
2.Susunan bangku bisa berubah-ubah.
3.Perta didik tidak harus selalu harya duduk dikursi, tetapi dapat duduk ditikar atu dikarpet.
4.Kegiatan hendaknya bervariasi dan dapat dilaksanakan baik didalam maupun diruangan.
5.Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya peserta didik dan dimanfaatkan sebagai sumber balajar.
6.Alat, sarana, sumber belajar hendaknya dikelola dengan baik.
  • Implikasi terhadap pemilihan metode

Pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai variasi kegiatan dengan menggunakan multi metode, misalnya percobaan, bermain peran, tanya jawab, demonstrasi, dan bercakap-cakap.

sumber : http://defantri.blogspot.com

Authentic Assessment sebagai Evaluasi belajar Siswa di Sekolah

image Dewasa ini paradigma pendidikan di Indonesia sudah semakin berkembang dari pendekatan tradisional dimana siswa hanyalah sebagai objek pendidikan, kurang aktif di dalam prosesnya dan gurulah yang menjadi center utama dalam pembelajaran, menjadi pendekatan yang lebih modern yang berpusat kepada siswa. Dalam pendekatan ini, siswa aktif merekontruksi pengetahuan yang dimilikinya sedangkan guru hanyalah sebagai fasilitator untuk mengembangkan kemampuan.
Di dalam pendekatan tradisional, pendidikan ditekankan pada penguasaan dan manipulasi isi. Para siswa hanya menghafalkan fakta, angka, nama, tanggal tempat, dan kejadian. Dimana mereka memperlajari mata pelajaran secara terpisah satu sama lain, mereka juga hanya dilatih dengan cara yang sama untuk memperoleh kemampuan dasar menulis dan berhitung (Johnson, 2009). Siswa seolah hanya menjadi cawan penerima ilmu dari pihak luar sehingga model penilaian yang dilakukan terkesan sangat sederhana dan hanya menekankan pada aspek-aspek yang dangkal dari kognitif.
Sekarang para pakar pendidikan, orang tua, ataupun masyarakat secara luas mulai menyadari bahwa pendidikan tidaklah cukup hanya dengan model tradisional seperti itu. Mereka mulai mempertanyakan tentang manfaat sekolah terhadap siswa, apalah artinya ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah jika pada akhirnya tidak bisa diaplikasikan ke dalam dunia nyata atau ketika siswa dihadapkan pada masalah-masalah yang membutuhkan keterampilan tertentu untuk menyelesaikan masalah. Jika siswa hanya tau dan hafal, namun tidak bisa mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkan untuk menyelesaikan masalah, maka fungsi pengetahuan belumlah tercapai sepenuhnya. Oleh karena itulah, paradigma pendidikan pada akhirnya sekamin bergeser kepada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap maksud dalam materi akademis yang mereka terima, mampu mengkaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya serta mampu mengaplikasikannya ke dalam dunia nyata.
Banyak para pakar yang mencoba merumuskan bagaimana metode yang tepat dalam pendidikan terutama yang berpusat kepada siswa. Sebut saja metode-metode seperti pembelajaran berbasis kooperatif, kolaboratif, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran kontekstual dan model lainnya. Metode-metode tersebut dikembangkan agar siswa semakin aktif mencari dan memaknai pengetahuan dalam proses pembelajaran, dan mampu mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya kedalam situasi yang lebih rill.
Faktanya sekarang, banyak sekolah yang sudah menerapkan metode pemelajaran tingkat tinggi yang mengajak siswa untuk lebih aktif mencari pengetahuan dan mengembangkannya. Siswa banyak diarahkan tidak hanya untuk berfikir analisis, tetapi juga kreatif dan mampu mengaplikasikannya ke dalam dunia nyata. Dari level paling bawah hingga universitaspun sudah mengarahkan level pembelajaran kearah yang lebih canggih. Banyak lahir sekolah-sekolah yang berwawasan teknologi (IT), sekolah akselerasi atau percepatan, sekolah internasional, montessori, home schooling, dan jenis lainnya yang tujuannya adalah untuk lebih mengoptimalkan kemampuan siswa.
Di dalam proses belajar belajar yang dilakukan di sekolah-sekolah tersebut tentu saja tidaklah terlepas dari adanya evaluasi hasil belajar. Dimana, Evaluasi menurut Tyler (1950; Arikunto, 2001) merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan tercapai. Dalam arti luas evaluasi diartikan sebagai suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang tepat untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (Mehrens & Lehmann, 1978: Purwanto, 2006). Oleh karena itulah, evaluasi sangat dibutuhkan untuk meninjau sejauh mana metode yang digunakan efektif, dan sejauh mana siswa mampu menyerap pembelajaran yang diberikan.
Berkembangnya metode dalam pendidikan tentu saja sejalan dengan berkembangnya sistem evaluasi di dalam pendidikan dan pembelajaran itu sendiri. Namun sampai sekarang masih banyak sekolah-sekolah yang terlalu kaku dan tradisional dalam menerapkan sistem evaluasi kepada siswa. Siswa terkadang hanya dihadapkan pada sesuatu yang hanya bersifat fakta, dengan jawaban-jawaban pendek atau pertanyaan pilihan ganda. Model seperti ini, sistem evaluasi seolah terpisah dengan pembelajaran dan pengaplikasiannya pada kondisi rill.
Siswa hanya dinilai pada sejumlah tugas terbatas yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan dikelas, menilai dalam situasi yang telah ditentukan sebelumnya dimana kandungannya sudah ditetapkan, seolah hanya menilai prestasi, jarang memberi sarana untuk menilai kemampuan siswa memonitor pembelajaran mereka sendiri bahkan jarang memasukan soal-soal yang menilai respon emotional terhadap pengajaran (Santrock, 2007). Hal ini pada dasarnya terlalu menyerderhanakan kapasitas siswa selaku pembelajar karena potensi-potensi yang dimiliki oleh siswa tidak mampu sepenuhnya diungkap, apalagi jika penilaian hanya terbatas pada pengungkapan aspek-aspek yang dangkal seperti pengetahuan level dasar, hanya mengandalkan memori semata atau metode penilaian yang sangat terbatas.
Pada dasarnya, suatu sistem penilaian yang baik adalah tidak hanya mengukur apa yang hendak di ukur, namun juga dimaksudkan untuk memberikan motivasi kepada siswa agar lebih bertanggungjawab atas apa yang mereka pelajari, sehingga penilaian menjadi bagian integral dari pengalaman pembelajaran dan melekatkan aktivitas autentik yang dilakukan oleh siswa yang dikenali dan distimulasi oleh kemampuan siswa untuk menciptakan atau mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapat di ranah yang lebih luas dari pada hanya menguji memori atau kemampuan dasar saja (Earl&Cousins, 1995; Stiggins, 1996; Hargreaves, dkk, 2001).
Oleh karena itulah, sistem evaluasi belajarpun mulai berkembang dari sistem yang bersifat tradisional menjadi sistem penilaian yang lebih autentik (authentic assessment). Autentic assessment dianggap mampu untuk lebih mengukur secara keseluruhan hasil belajar dari siswa karena penilaian ini menilai kemajuan belajar bukan melulu hasil tetapi juga proses dan dengan berbagai cara. Dengan kata lain sistem penilaian seperti ini dianggap lebih adil untuk siswa sebagai pembelajar, karena setiap jerih payah yang siswa hasilkan akan lebih dihargai (Sudrajat, 2007). Gulikers, Bastiaens & Kirschner (2004) menjelaskan bahwa authentic assesment menuntut siswa untuk menggunakan kompetensi yang sama atau mengkombinasikan pengetahuan, kemampuan, dan sikap yang dapat mereka aplikasikan pada kriteria situasi dalam kehidupan professional.
Penilaian autentik berarti mengevaluasi pengetahuan atau keahlian siswa dalam konteks yang mendekati dunia rill atau kehidupan nyata sedekat mungkin (Pokey & Siders, 2001 dalam Santrock, 2007), muncul dikarenakan penilaian tradisional yang sering kali mengabaikan konteks dunia nyata (Santrock, 2007). Penilaian autentik menantang para siswa untuk menerapkan informasi dan keterampilan baru dalam situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian ini merupakan alat bagi sekolah yang maju, yang tahu dengan jelas apa yang diharapkan dari siswa dan tahu dengan jelas bagaimana mereka mewujudkan kualitas tersebut (Sizer, 1992: Johnson, 2009). Sedangkan Johnson (2009) menjelaskan bahwa authentic assesment berfokus kepada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun, keterkaitan dan kerja sama, dan menanamkan tingkat berfikir yang lebih tinggi, karena tugas-tugas yang diberikan di dalam penilaian autentik mengharuskan penggunaan strategi-strategi tersebut, maka para siswa bisa menunjukan penguasaannya terhadap tujuan dan kedalaman pemahamannya, dan pada saat yang bersamaan meningkatkan pemahaman dan perbaikan diri.
Penggunaan penilaian autentik sebagai evaluasi hasil pembelajaran siswa di sekolah merupakan suatu solusi yang bisa ditawarkan untuk melihat sejauh mana pembelajaran yang dilakukan berjalan dengan efektif. Di kedua sisi ini adalah sesuatu yang menguntungkan baik bagi siswa itu sendiri maupun pihak guru atau sekolah. Manfaat bagi siswa adalah dapat mengungkapkan secara total seberapa baik pemahaman materi akademik mereka, mengungkapkan dan memperkuat penguasaan kompetensi mereka, seperti mengumpulkan informasi, menggunakan sumber daya, menangani teknologi dan berfikir sistematis, menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka sendiri, dunia mereka dan masyarakat luas, mempertajam keahlian berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi saat mereka menganalisis, memadukan, dan mengidentifikasi masalah, menciptakan solusi dan mengikuti hubungan sebab akibat, Menerima tanggung jawab dan membuat pilihan, berhugungan dan kerja sama dengan orang lain dalam membuat tugas, dan belajar mengevaluasi tingkat prestasi sendiri (Newmann & Wehlage, 1993; Jonshon, 2009).
Sedangkan bagi guru penilaian autentik bisa menjadi tolak ukur yang komprehensif mengenai kemampuan siswa dan seberapa efektif metode yang diberikan kepada siswa bisa dijalankan. Oleh karena itulah, penerapan authentic assessment sebagai alat evaluasi hasil belajar di sekolah-sekolah ataupun level universitas penting untuk diperhatikan agar siswa tidak hanya sekedar menjadi pembelajar saja, namun pada akhirnya pencapaian prestasi diikuti dengan kemampuan mengaplikasikan kemampuan yang dimilikinya kedalam dunia nyata.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. (2001). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Azwar, Saifuddin. (2007). Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Prestasi Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Burley, Hansel & Price, Margaret. (2003). What Work with Authentic Assessment. Educational Horizons
Corebima, AD. (2005). Assesment Autentik. http://sman1talun.sch.id /userfiles/Slide%20-%20Autentik%20asesmen.ppt (16
Mei 2009)
Gulikers, Judth. T.M,.Bastiaens, Theo. J,. & Kirschner, Paul. A. (2004). A-Five-Dimensional Framwork Tof Authentic
Assessment. Etr. Vol. 52. No. 3. 2004
Hargreaves, A.,Earl, L,. More, S, & Manning, S. (2001). Learning to Change-Teaching Beyond Subjects and Standard. California:
Jossey Bass Inc.
Jensen, Eric. (2008). Brain-Based Learning (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Johnson Elaine B. (2009). Contextual Teaching & Learning (terjemahan). Bandung: MLC
Lang, Choon Quek. (2006). Engaging in Project Work. Singapore: McGraw Hill
Purwanto, Ngalim. M. (2006). Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan (terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sudrajat. (2007). “Gerakan” Pendekatan Kontekstual (CTL) Dalam Matematika sebuah kemajuan atau jalan di tempat?
http://rbaryans.wordpress.com/2007/07/31/%E2%80%9Cgerakan%E2%80%9D-pendekatan-kontekstual-baca-ctldalam-
matematika-sebuah-kemajuan-atau-jalan-di-tempat/ (16 Mei 2009)

sumber : http://sunray04.blogspot.com